Tuesday, April 26, 2011

“Vrouwendag” in Al Ihsaan Moskee

Setelah membaca “brosur” tentang acara Vrouwendag, saya bulatkan tekad untuk menghadirinya. Hmm…semangat 45 niyy untuk bersilaturrahmi dengan saudari-saudari muslimah di sini plus penasaran tingkat tinggi seperti apa sih acaranya. Apakah sama dengan kegiatan keputrian ala kerohanian Islam di sekolah dulu ya?

Bismillahirrohmanirrohim… meski siang itu cukup terik, semangat saya untuk menghadiri acara ini tak berkurang. Setelah menyusuri kanal dengan mengayuh sepeda, akhirnya saya sampai di masjid Al Ihsaan. Masjid ini banyak yang menyebutnya masjid kanal karena lokasinya yang berada di seberang kanal. Masjid ini tak ubahnya bangunan-bangunan di kanan-kirinya. Kotak. Tak tampak kubah, apalagi menara masjidnya. Yah..begitulah kebijakan di sini, “aksesoris” masjid tidak boleh nampak berlebihan. ‘Ala kulli hal…alhamdulillah, di daerah yang penduduk muslimnya minim ini, masih ada masjid, meski jumlahnya pun sangat terbatas.

Saat saya sampai, jam menunjukkan pukul 13.30 CET. Suasana masih lengang. Sepi. Yah…memang berdasarkan info di pamflet yang disebar, acara ini baru akan dimulai setelah sholat Dhuhur berjama’ah. Hmm…tapi tak tampak aktivitas apapun. Saya pun masuk ke area masjid. Ooh…ternyata ruang sholat untuk muslimah ada di lantai atas. Saya pun menuju arah panah yang bertuliskan “Gebeidsruimte -Dames-“. Ternyata kondisinya sama. Sepi. Ruangan yang berukuran kira-kira 4 x 6 m ini dilengkapi dengan sebuah TV berlayar lebar dan loudspeaker. Hmm…perkiraan saya, piranti elektronik ini menjadi penghubung ruang sholat laki-laki dengan perempuan, sehingga muslimah di ruang ini tetap bisa sholat berjama’ah bersama jama’ah laki-laki.

Saya pun memilih menunggu waktu sholat dengan membaca Al Qur’an. Tak lama kemudian, mulai berdatangan muslimah yang semuanya berhidung mancung, khas keturunan Arab. Setelah tiba waktu sholat, kami pun melaksanakan sholat secara berjama’ah. Setelah sholat usai, saya pun menanyakan kepada salah seorang muslimah, tentang lokasi acara “Vrouwendag”. Kemudian dia mengajak saya menuju ruangan yang berada di sebelah ruang sholat kami tadi.

Subhanalloh, di ruang itu sudah dipenuhi sekitar 40-an muslimah, mulai nenek-nenek, ibu-ibu, sampai anak-anak. Mereka duduk di kursi yang telah ditata membentuk setengah lingkaran dan dibuat 3 baris. Saya memilih duduk di belakang para remaja/ibu muda, karena pengalaman di ruang sholat tadi menunjukkan bahwa saya sempat beberapa kali disapa oleh nenek-nenek dalam bahasa Arab danb Prancis. Dua bahasa yang belum saya kuasai. Para nenek itu kebanyakan tidak berbahasa Belanda, sedangkan remajanya sebaliknya. Mereka fasih berbahasa Belanda.

Jam sudah menunjukkan pukul 14.30 CET, tetapi acara belum juga dimulai. Padahal peserta sudah cukup ramai dan anak-anak pun sudah “diungsikan” ke ruang sebelah untuk lebih leluasa bermain ketika orang tuanya mendengarkan ceramah. Saya pun menanyakan hal ini kepada seseorang yang dari tadi saya lihat cukup sibuk, dan ternyata dialah koordinator acara ini yaitu Ukhti Camalina. Dia menjelaskan bahwa sedang menunggu ustadzah Laila yang akan menjadi pemateri yang masih dalam perjalanan. Sekaligus saya juga menanyakan “Lezing” (ceramah) nya akan disampaikan dalam bahasa apa. Dia pun menjawab bahwa ceramah akan dibawakan dalam bahasa Arab. Wah…spontan saya menanyakan, apakah tidak diterjemahkan dalam bahasa lain? Bahasa Belanda, misalnya. Dengan senyum yang mengembang, dia pun berjanji akan menyediakan penerjemah bahasa Belanda agar saya bisa mengikuti. Dan saya juga sempat meminta izin untuk mengambil gambar, tetapi dia mengatakan sebaiknya tidak mengambil gambar karena sepertinya kebanyakan dari para hadirin tidak berkenan. Saya pun memaklumi dan menyimpan kamera pocket saya kembali. Sembari menunggu…saya pun kembali melanjutkan aktivitas saya…tilawah.

Tiba-tiba ada seseorang yang menghampiri saya, dia menanyakan apakah saya bisa membaca Al Qur’an? Saya jawab, insya Allah bisa. Dia kemudian menyampaikan hal ini kepada Camalina. Karena mungkin kurang yakin, Ukhti Camalina pun kembali menanyakan apakah saya bisa membaca al Qur’an sesuai makhorijul huruf dan tajwidnya? Saya kembali menjawab, insya Allah. Karena saya menangkap keraguan di mata mereka, say a pun menjelaskan bahwa saya memang tidak bisa berbahasa Arab tetapi insya Allah saya bisa membaca Al Qur’an meski untuk memahami isi Al Qur’an yang berbahasa Arab ini saya membutuhkan terjemah/tafsir. Akhirnya mereka pun bisa mengerti.

Tak lama kemudian, panitia membuka acara ini dan menyampaikan permohonan maaf atas keterlambatan acara ini. Sambil menunggu ustadzah, beberapa dari kami dipersilakan maju ke depan untuk membacakan ayat-ayat suci al Qur’an, termasuk saya. Setelah selesai membaca Al qur’an, Hanifah yang dari tadi duduk tidak jauh dari kursi saya langsung mendekat dan menyatakan kekagumannya. Saya pun mengatakan itu semua karunia Allah dan saya masih harus banyak belajar. Bahkan dengan penuh antusias dia pun bertanya belajar dimana dan dia beserta beberapa rekannya ingin belajar pada saya. We willen leren om Koran te lezen. Wil je ons lerares worden? (Kami ingin belajar membaca Al qur’an. Maukah kamu menjadi guru kami?). Melihat antusiasme dan senyum mereka, saya pun tak kuasa menolak. Saya berkata, Waarom niet? We zullen proberen, insya Allah, (Mengapa tidak? Kita bisa mencobanya, insya Allah. Kami pun lantas saling bertukar no HP dan alamat email, agar tetap bisa saling kontak, terlebih kita merencanakan untuk belajar Al Qur’an bersama. Subhanalloh…semoga Allah memudahkan smuanya.

Jam menunjukkan pukul 15.15 CET ketika seorang ibu berpenampilan bersahaja hadir. Senyum para hadirin pun mengiringi langkah wanita ini menuju kursi yang telah disediakan di depan. Beliau adalah Ustadzah Laila, salah satu ustadzah bagi komunitas muslimah di sini. Beliau rutin memberikan pengajian bagi para muslimah dan beliau juga mengajar bahasa Arab di Integratiedienst Leuven setiap hari Senin.

Ceramah kali ini membahas tentang Talak (Cerai) dalam Islam. Alhamdulillah, dengan diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda, saya jadi bisa mengerti apa yang disampaikan Ustzh. Laila. Sekitar pukul 16 CET, panitia mengakhiri sesi « Lezing » dan melanjutkan acara « Islamquiz ». Dalam acara ini panitia mengajukan beberapa pertanyaan tentang pengetahuan Islam dalam bahasa Arab dan Belanda. Panitia pun memberi kesempatan pada para peserta untuk memberikan jawaban, dan kemudian mencatat nama peserta yang berhasil menjawab dengan benar. Dia akhir sesi ini, panitia memberikan hadiah pada peserta yang paling sering memberikan jawaban dengan benar. Sayang sekali, saya belum beruntung. Saya hanya 3-4 kali menjawab dengan benar, sementara ada seorang ibu yang tampil cantik dengan busana muslimah ungu-nya mampu menjawab 7 pertanyaan dengan benar dan dia-lah yang mendapat kenang-kenangan dari panitia.

Setelah itu, panitia mempersilakan seluruh peserta untuk menikmati suguhan -beraneka kue manis dan minuman- yang telah disiapkan oleh panitia. Kami pun menikmatinya sembari saling berkenalan dan ngobrol satu sama lain. Hmm…ternyata tidak sedikit dari mereka yang tersenyum lebar dengan mata berbinar ketika tahu bahwa saya berasal dari Indonesia. Mereka mengaku mengetahui bahwa Indonesia adalah Negara dengan muslim terbesar di dunia. Allohu akbar!

Tak terasa waktu pun berlalu dengan cepat dan acara pun sudah diakhiri tepat pukul 16.45. Saya pun berpamitan dan (sekali lagi) mereka menyatakan keinginannya untuk belajar Al Qur’an bersama dan berjanji akan memberi tahu jika ada kegiatan-kegiatan di masjid Al Ihsaan. Subhanalloh…. Kali ini dengan senyum tersungging dan bahagia karena telah bertemu saudara-saudara seiman, saya kembali mengayuh sepeda menuju rumah. Semoga Allah memberikan keberkahan atas apa yang kami lakukan hari ini…amin ya robbal alamin. (ER)

No comments:

Post a Comment